Penulis: Gusty A. Haupunu, Guru matapelajaran geografi di SMA N I Amfoang Barat Laut.
PANCASILA itu bukan sekedar di
hafalkan, dijaga dan dilindungi seperti mantra sakral, namun lebih dari pada
itu pancasila harus dilaksanakan sesuai dengan cita-cita keluhuranya.
Akhir-akhir ini Negara lebih fokus dalam membangun strategi untuk bagaimana,
menjaga dan memepertahankan PANCASILA sebagai ideolgi Negara. Dari strategi ini
maka melalui kerja pemerintahan JOKOWI JILID dua (2), telah membentuk Badan
Pembinaan Idiologi Pancasila yang disingkat menjadi BPIP. Badan ini berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden
yang memiliki tugas untuk, membantu Presiden dalam merumuskan arah kebijakan
pembinaan ideologi Pancasila, melaksanakan koordinasi, sinkronisasi, pengendalian
pembinaan ideologi Pancasila secara menyeluruh dan berkelanjutan, melaksanakan penyusunan
standarisasi pendidikan dan pelatihan, serta memberikan rekomendasi berdasarkan
hasil kajian terhadap kebijakan atau regulasi yang bertentangan dengan
Pancasila kepada lembaga tinggi negara, kementerian/lembaga, pemerintahan
daerah, organisasi sosial politik, dan komponen masyarakat lainnya. BPIP
merupakan revitalisasi dari Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila
(UKP-PIP). Berdasarkan penjebaran tugas BPIP tersebut maka, inti dari
tugas BPIP ialah mengawasi dan meneliti setiap lembaga
tinggi negara, kementerian/lembaga, pemerintahan daerah, organisasi sosial
politik, dan komponen masyarakat lainnya agar arah kerjanya sesuai dengan
ideologi negara atau tidak bertentangan dengan PANCASILA. Dalam melaksanakan
tugas pengawasan dan penelitian tersebut, jika menemukan salah satu
instansi/organisasi/kelompok tertentu yang arah kerjanya bertentangan dengan
PANCASILA, BPIP akan merekomendasikan ke Presiden untuk di tindak lanjuti
melalui lembaga-lembaga kenegaraan yang memiliki tanggung jawab dalam persoalan
tersebut. Saat ini dalam struktur kerja BPIP, yang menjabat sebagai ketua dewan
pengara adalah Megawati Soekarnoputri. BPIP ini telah dibentuk pada tanggal 28
februari 2018 dengan berlandaskan pada peraturan presiden nomor 7 tahun 2018.
Sampai saat ini, Badan Pembinaan Idiologi Pancasila (BPIP) telah berusia 2 tahun.
Dengan usia kerja 2 tahun ini tentu sebagai elemen masyarakat juga ikut serta dalam
memperhatikan kinerja kerja dari badan tersebut. Berdasarkan hasil pengamatan
secara umum terkait fungsi dan tugas kerja BPIP jelas membuktikan bagi kita
bahwa badan ini semenjak dibentuk tidak memiliki efek yang berpengaruh terhadap
sistem pemerintahan di Indonesia. Hal ini dapat dibuktikan melalui berbagai
program dan kebijakan Negara seperti, pemangkasan subsidi BBM, menaikan iuran
BPJS, privatisasi sektor-sektor produktif rakyat, komersialisasi, investasi,
sistem out sorsing, penghilangan tanggung jawab negara terhadap tenaga kerja
honorer, penggusuran, perampasan lahan, korupsi, dan lain-lain, yang seharusnya
diintervensi oleh BPIP toh tidak dijalankan oleh badan tersebut, ironisnya
corak dari program-program negara tersebut mutlak bertentangan dengan
PANCASILA. Dari beberapa program yang telah dibeberkan diatas, merupakan bentuk
titipan program dari musuh PANCASILA namun kenyataannya, program dari musu
PANCASILA tersebut disahkan dan dilegitimasi oleh Negara. Mengapa Negara selalu
saja melegitimasi segala program dan agenda kerja yang bertentangan dengan
PANCASILA??? Ini dasarnya. Pelaksanaan
berbagai agenda perombakan struktural itu terhenti pasca peristiwa G30S dan
penggulingan Soekarno dari tampuk kekuasaan. Setelah itu A-Soeharto memegang
tampuk kekuasaan dan menjadi sekutu bagi kekuatan Kolonialis-Imperialis yang
dikomandoi oleh Amerika Serikat beserta sekutu dan antek-anteknya. Di mulai
dengan penerbitan UU 7, 8, dan 9 Tahun 1966 serta UU Nomor 1 dan 12 Tahun 1967,
perekonomian Indonesia secara berangsur-angsur berbalik arah menuju pelembagaan
neo-kolonialisme. Sejak awal sampai akhir kekuasaannya, Rezim A-Soeharto-Orbais
tidak melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 sebagaimana yang dikehendaki oleh
para pendiri bangsa. Pelaksanaan Pancasila disesuaikan dengan perkembangan
zaman dan kemauan rezim A-Soeharto sebagai 'penguasa baru'.(kompassiana.com).
Beberapa prodak hukum maupun regulasi yang telah ditetapkan oleh rejim ORBA
benar-benar melegitimasi agenda neo-kolonialisme. Dengan Melegitimasi agenda
neo-kolonialisme maka dengan sendirinya semangat dasar PANCASILA yang anti
terhadap kapitalisme, neoliberalisme, neo-kolonialisme, imperealisme telah
dimandulkan oleh Negara. Corak kepemimpinan ini, terus dijalankan dan dirawat
sepenuhnya oleh rejim-rejim pengganti ORBA. Faktanya sampai saat ini
persoalan-persoalan rakyat seperti ketidakmampuan dalam mengakses pendidikan,
kesehatan, pelayanan-pelayanan publik dan lain sebagainya masi menjadi
pergumulan panjang oleh seluruh rakyat Indonesia. Ketidakmampuan rakyat ini,
berawal dari terjebaknya Indonesia dalam komando IMF dan Bank Dunia yang
mengisyaratkan bahwa, setiap negara berkembang yang baru saja dilanda krisis
ekonomi, harus menjalankan kesepakatan konsensus washington, untuk keluar dari
masalah krisis ekonomi tersebut. Oleh karena Indonesia terjebak dalam utang
luar negeri, maka legitimasi atas konsensus washitong tersebut harus dijalankan
oleh Negara. Tentang konsensus washington merupakan bentuk agenda baru dalam dunia
penjajahan, dari agenda baru dalam dunia penjajahan tersebut maka kita
diperkenalkan dengan istilah Neo-kolonialisme, yang merupakan penjajahan gaya
baru yang dimainakan oleh negara-negara imperium seperti Amerika Serikat,
Inggris atau negara-negara yang termasuk dalam kelompok negara maju. Melalui
penjajahan gaya baru tersebut maka Sistem perekonomian yang dijalankan oleh mereka
jelas adalah kapitalisme. Sistem ekonomi kapitalisme merupakan sistem ekonomi
yang dikendalikan oleh pihak swasta tanpa campurtangan Negara. Dalam
kapitalisme yang mereka inginakan ialah membentuk setiap masyarakat untuk hidup
dalam alam kompetisi, melalui alam kompetisi ini dapat berkembang baik apabila
model ekonominya diserahkan seutuhnya kepada mekanisme pasar. Melalui mekanisme
pasar ini maka yang terjadi adalah pertarungan antara sikaya dan simiskin. Dari
pertarungan ini jelas bahwa kemenagan pertarungan tersebut berada pada si kaya.
Sedangkan si miskin akan di jadikannya sebagai objek eksploitasi menjadi tenaga
kerja berupah murah. Berdasarkan model kerja dan program kerja Negara hari ini
telah tercermin sebagai negara yang berpaham liberalisme. Jika demikian, dimanakah
peran dari lima dasar itu??? Peran dari lima dasar atau PANCASILA tersebut
telah dibekukan oleh Neo-Kolonialisme, melalui sistem kapitalisme dan
Neoliberalisme. Oleh karena itu PANCASILA yang harus diperjuangkan oleh Negara melalui
Badan Pembinaan Idiologi Pancasila, harus benar-benar memahami secara utuh
maksut dan tujuan dibentuknya PANCASILA (baca, pidato bung karno tentang hari
lahirya pancasila pada 1 juni 1945). Merujuk pada pidato Bung Karno tentang
dasar negara tersebut, Bung Karno telah menyampaikan secara terperinci maksut
dan tujuan dari pada lima dasar tersebut. Lima dasar itu seluruhnya anti
kapitalisme, anti neo-liberalisme, anti neo-kolonialisme yang merupakan reinkarnasi
dari kolonialisme dan fasisme. Semangat dari pemebentukan dasar negara tersebut
berpedoman dari perjuangan rakyat Indonesia dalam melawan kolonialisme Belanda
dan fasisme Jepang. Sayangnya saat ini Negara justru berkompromi dengan mereka
yang merupakan wujut baru dari penjajah. Tak heran jika, model regulasi pun
digenjot layaknya regulasi ala kapitalis. untuk itu tiga dasar yang harus
dilakukan Negara untuk mengembalikan fungsi pancasila pada keluhuranya adalah
pertama PANCASILA harus dijadikan sebagai
alat perlawanan bagi segala sistem yang menindas hak-hak dasar rakyat, kedua
kapasitas pejabat yang menduduki posisi penting dari negara ini harus tuntas
memahami, PANCASILA dari sudut pandang historisnya dan filsafatnya, ketiga dalam menjalankan fungsi PANCASILA di republik
ini harus benar-benar sesuai dengan semangat dasar pembentukanya. Jika tiga
dasar ini dijalankan oleh negara maka
visi besar Indonesia atas mendiri dalam dunia ekonomi, berkepribadian dalam
kebudayaan dan berdaulat secara politik dapat terwujutkan.
Belum ada tanggapan untuk "OPINI: PANCASILA, ALAT PERLAWANAN KAPITALISME"
Post a Comment