Tradisi Naketi selalu digunakan oleh orang Amfoang saat membedah persoalaan
yang terjadi didalam keluarga. Persoalan keluarga itu misalnya kesulitan istri
saat melahirkan, persoalan suami dan istri, persoalan anak-anak, om-tante,
Bai-nenek, dan lainsebagainya.
Saat menjalankan tradisi naketi, pihak yang bermasalah akan dituntut untuk
mengungkapkan segala persoalan yang telah dilakukannya. Dan pengungkapan setiap
persoalan tidak boleh ditutupi. Orang Amfoang meyakini saat pihak-pihak yang
bermasalah selesai mengungkapkan persoalannya semua persoalaan akan selesai
diselesaikan. Termasuk proses melahirkan yang berujung pada hidup dan matinya
seseorang.
Ada sebuah kisah yang terjadi diwilayah Amfoang. Kisah ini terjadi 10 tahun
lalu, dimana peran medis belum efektif dijalankan diwilayah Amfoang. Kisahnya
begini!!!
Ada pasangan suami istri yang baru menika, dan umur pernikahan mereka
adalah 2 tahun. Pada usia 2 tahun pernikahan mereka, sang istri dari pasangan
suami istri ini mengandung. Kemudian perhitungan dan tatacara orang Amfoang
menetapkan istri dari suami tersebut akan dilahirkan pada bulan agustus. Jelas
pada bulan Agustus proses melahirkan dilangsungkan.
Dalam proses melahirkan dibulan agustus tersebut naketi dijalankan. Kedua suami
istri ini dituntut untuk mengungkapkan segala persoalan dan kesalahan mereka
yang selalama ini mereka lakukan. Untuk itu sang istri mendapatkan waktu yang
pertama untuk mengungkapkan kesalahanya. Saat sang istri mengungkapkan segala kesalahanya
kepada kedua keluarga besar (keluarga besar perempuan dan laki-laki), kedua
keluarga besar ini menerima semua ungkapan kesalahan dan perbuatanya, tanpa
pertanyaan dan interfensi.
Kemudian waktu berjalan dan saatnya sang suami mendapatkan giliran untuk
menyampaikan segala persoalan dan masalah yang sudah ia lakukan. Saat si suami menyampaikan
1 persoalan langsung ada pertanyaan dari kedua keluarga besar, lalu apa lagi???
Kemudian sang suami ini menyampaikan persoalanya yang kedua langsung ada
pertanyaan lagi, lalu apa lagi??? Pertanyaan lalu apa lagi terus dipakai
sepanjang sang suami ini mengungkapkan persoalanya, sambil tenaga medis tradisional
(dukun) memberi komando pada ibu tersebut untuk terus menguatkan tenaganya,
untuk mengeluarkan buah hati mereka.
Waktu terus berjalan, satu persatu persoalan yang disampaikan oleh sang
suami terus mengalir dan pertanyaan bertubi-tubi dari kedua keluarga besar pun
tidak pernah usai dan pertanyaan lalu apa lagi??? Tidak pernah dihentikan oleh
kedua keluarga besar. Situsai ini terus berjalan, namun bua hati dari kedua pasangan
ini belum bisa dilahirkan.
Situasi ini menghabiskan waktu 2 jam. Dalam waktu 2 jam, Ungkapan persoalan dari sang suami pun
berhenti. Namun pertanyaan dari kedua keluarga besar tidak pernah usuai, dan pertanyaan
lalu apa lagi??? Masi mendominasi setiap aktifitas mereka. Keluarga besar
meyakini bahwa selagi buah hati mereka belum mampu dilahirkan, maka sebagai
kebiasaan naketi dalam proses melahirkan, ungkapan persoalaan dari kedua
pasangan belum selesai dan diyakini oleh mereka saat itu sang suamilah yang
masih menyembunyikan permasalahanya.
Mendengar tuduhan itu maka suami ini langsung menjawab pertannya-pertanyaan
keluarga besar tersebut dengan dialeg khas Amfoangnya begeni. Bapa deng Mama be pung ungkapan persoalan su
habis dan sonde ada lai masalah yang beta buat, ma kalau Bapa deng Mama mau ko
beta kasi tau terus beta pung masala na,
kasi beta waktu 2 minggu ko beta pi bikin ame masalah lai, baru beta datang ko
naketi ulang di Bapa dan Mama.
Mendengar jawaban ini semua langsung senyum dalam keadaan hening. Lalu ada
salah satu orang muda diantara keluarga tersebut mengambil kesempatan berbicara
katanya. Kalau bapa deng mama dong tuntut
terus na kasi ijin om 2 minggu dari sekarang su ko dia pibikin masalah baru,
habis baru dia datang ko naketi ulang. Pas dia jalan belakang 1 hari katong
langsung naketi baru soal orang mati. Jadi
ini soal melahirkan antara mati dan hidup bagaimana katong bawa saja tanta ke
rumah sakit biar katong sewa oto asalnya tanta selamat. Demikian kata orang
muda itu dengan bahasa Kupangnya.
Alhasil dari usulan orang muda itu semua keluarga setuju dan pasien
langsung diberangkatkan dengan mobil sewaan ke kota kupang untuk dioperasi. Saat
operasi semuanya berjalan dengan lancar dan tidak ada yang dikorbankan.
Catatan : Pertama : bila tradisi yang dijalankan itu, di lakukan seobjektif
mungkin maka semua persoalan tidak akan berlarut-larut. Dari kisah ini rupanya
keluarga besar laki-laki dan perempuan lagi dendam sama suami tersebut,
sehingga setiap pembicaraan dari sang suami itu tidak dipercayai oleh keluarga
besar. Ini akar masalahnya bila dalam penyelesaian persoalan kita selalu
mengedepankan sikap subjektif. Maka yang berkata benarpun akan dianggap salah.
Kedua : sebaiknya proses melahirkan tidak dilakukan dengan cara ini sebab
akan mempengaruhi kekompakan keluarga dengan saling menuduh. Untuk itu medis
yang suda ada saat ini merupakan solusi atas persoaalan tersebut. Dan kisah ini
ternyata medislah yang mampu menuntaskan proses persalinannya, sang istri.
Ketiga : Tradisi naketi tetap dipertahankan namun tidak boleh digunakan
dalam persoalan yang berjung pada pilihan mati dan hidup seperti proses
melahirkan. Gunakanlah tradisi naketi dalam hal-hal lain termasuk dalam urusan
pemerintahan sebab naketi merupakan bentuk keterbukaan Orang Amfoang.
Trimah kasih atas kunjungan anda bila bermanfaat silahkan dibagikan!!! Oww ya,, kalau inggin membaca kisah lainya dan berbagai gagasan seputar persoalan Bangsa bisa telusuri di sini. www.amfoangmenggugat.blogspot.com
Penulis: Gusty A. Haupunu, Guru di SMA N I Amfoang Barat Laut
Mantap abang
ReplyDeleteMakasih Bung
DeleteMantap abang
ReplyDeleteMantap
ReplyDeleteMakasih atas dukungannya
DeleteMantap pak..
ReplyDeleteButuh revolusi pola pikir pak guru
siap zbung
Delete