MENGENAL AMFOANG DAN PROBLEMATIKANYA

 




Daerah yang ditetapkan sebagai daerah tertinggal seperti Amfoang maka, segala persoalan infrastruktur merupakan tanggung jawab pemerintah pusat. Hal ini, Berdasarkan amanat dari rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) 2020-2024, yang tertuang dalam PERPRES No 63 tahun 2020 tentang penetapan daerah tertinggal tahun 2020-2024 pada 27 april 2020 yang menetapkan 62 daerah sebagai daerah tertinggal, yang terdistribusi diseluruh wilayah kesatuan republik Indonesia.

Dari penetapan tersebut maka rujukan dari RPJMN akan diorientasikan pada daerah yang ditetapkan sebagai daerah tertinggal. Dalam percepatan pembangunan daerah-daerah tertinggal, tidak dibatasi dari segi PAD yang dimiliki oleh daerah tersebut. Sebab percepatan pembangunan merupakan tujuan Negara dalam pemerataan pembangunan diwilayah Timur Indonesia demi terciptanya pertumbuhan ekonomi, pelayanan kesehatan, pendidikan dan peningkatan produksi daerah.

Percepatan pembangunan ini sejalan dengan visi-misi Jokowi-Ma Ruf dalam pemelihan umum 2019 lalu yang semuanya telah tercantum dalam amanat RPJMN 2020-2024. Dengan demikian semua daerah yang telah ditetapkan sebagai daerah tertingal akan mendapatkan porsi anggaran yang sama dalam pembangunannya.

Merujuk pada penetapan  62 daerah tertinggal dalam PERPRES No 63 tahun 2020, Nusa tenggara Timur memiliki 13 kabupaten yang tercatat sebagai kabupaten tertinggal. Dari 13 kabupaten tersebut, kabupaten Kupang merupakan salah 1 kabupaten tertinggal dalam 13 kabupaten yang tercatat sebagai kabupaten tertinggal di NTT.

Oleh karena, Kabupaten Kupang merupakan salah satu kabupaten di NTT yang berstatus sebagai daerah tertinggal maka segala urusan infrastruktur (jalan dan jembatan), juga bagian dari tanggung jawab nasional.

Berdasarkan latar belakang inilah maka persoalan jembatan Termanu yang lokasinya terletak diwilayah kabupaten Kupang yang merupakan kabupaten tertinggal, juga merupakan persoalan yang harus ditindaklanjuti secara Nasional. Hal ini sejalan dengan perjuangan pemprov NTT melalui dinas pekerjaan umum dan perumahan rakyat (PUPR) NTT yang telah mengusulkan penanganan jembatan termanu ke pemerintah pusat.

Terkait pengusulan atas pembangunan jembatan Termanu, telah di konfirmasi oleh kepala dinas PUPR NTT Maksi Nenabu melalui kepala bidang bina marga, Adi Mboeik kepada wartawan likuraionline.com pada kamis 10 oktober 2019. Katanya, kita sudah usulkan penanganan jembatan Termanu ke pemerintah pusat untuk ditangani menggunakan dana alokasi khusus DAK tahun 2020. (dikutip dari laman likuraionline.com)

Namun sejalan dengan perjuangan ini, respon baik dari pemerintah pusat dalam penanganan jembatan Termanu belum juga mendapatkan titik terangnya. Untuk itu asumsi-asumsi yang dimunculkan untuk menghilangkan tanggung jawab pemerintah pusat dalam pembangunan jembatan Termanu segera di hentikan, sebab hal ini justru akan menghilangkan tanggung jawab pemerintah pusat dalam pesercepatan pembangunan di daerah-daerah yang berkategori daerah 3T. ( Tertinggal, terluar dan terdepan). Bila asumsi ini terus dimainkan, maka persoalan Termanu akan dilimpahkan seutuhnya ke pemerintah daerah. Mengingat kekuatan anggaran daerah yang tidak memungkinkan maka kerinduan orang Amfoang dalam menikmati jembatan yang layak digunakan akan sirna ditelan waktu.

Persoalan Amfoang dan jembatan Termanu harus diperjuangkan secara nasional

Secara teritorial Amfoang merupakan wilayah yang berbatasan langsung dengan negara Repoblik Demokratik Timor Leste (RDTL). Berdasarkan sosiopolitiknya, wilayah-wilayah yang letaknya berbatasan langsung dengan Negara lain, sikap Nasionalime daerah-daerah tersebut cenderung menurun akibat cara pandang masyarakat perbatasan yang selalu membandingkan model pelayanan dari negaranya dengan negara tetangga yang dapat mereka akases dengan kasat mata. Hal-hal semacam ini tidak terlihat namun perlahan-lahan akan terlihat dan berujung pada gerakan saparatisme, bila pelayanan negara dalam menuntaskan persoalan daerah yang berada pada garda depan NKRI terus menerus dibiarkan.

Persoalan yang menjadi pemicu utama turunya jiwa nasionalisme bagi masyarakat perbatasan misalnya pembangunan infrastruktur seperti jalan dan jembatan, pelayanan kesehatan, pendidikan, listrik, jaringan telekomunikasi, kebutuhan ekonomi dan pelayanan pemerintahan. Dari sekian persoalan ini yang saat ini dirasakan oleh warga Amfoang sebagai warga perbatasan adalah persoalan jembatan Termanu.

Termanu merupakan jembatan penghubung empat kecamatan Amfoang diwilayah pesisir yang terhitung dari ujung perbatasan hingga batas kecamatan Fatuleu Barat. Soal akses terhadap jembatan Termanu, masyarakat Amfoang diwilayah pesisir mereka sangat membutuhkannya. Walaupun, pihak pemerintah kabupaten Kupang telah mengarahkan kapal penumpang ke wilayah Amfoang sebagai alternatif pelayanan masyarakat dalam mengakses bahan-bahan sembako, BBM, pengobatan dan lainsebagainya dipusat kota kabupaten dan provinsi. Namun jembatan Termanu masih menjadi pilihan utama masyarakat Amfoang dalam berpergian dan mengakses segala kebutuhan hidupnya. Hal ini didasarkan pada model pelayanan di lingkungan pelabuhan yang kental dengan aroma kecurangan (mainan para buruh pelabuhan) dan jaminan keamanan yang relatif rendah.

Selain jaminan keamanan hal lain yang tidak mengutungkan bagi warga Amfoang ialah biaya perjalanan dari rumah warga kecamatan tetangga ( Amfoang barat daya, Amfoang barat laut dan Amfoang Timur) ke pelabuhan Naikliu kemudian biaya perjalanan dari pelabuhan bolok ke tempat kediaman orang Amfoang di pusat kota, sangat menyita biaya yang relatif tinggi dibandingkan dengan jalur darat. Dengan demikian alternatif jalur laut yang diperuntukan untuk masyarakat Amfoang saat, ini belum efektif digunakan oleh masyarakat Amfoang.

Dengan demikian berdasarkan amanat RPJM Nasional yang telah mencamtumkan seluruh visi-misi Jokowi-Ma ruf dalam pemelihan umum 2019 lalu yang salah satu tujuan utama kepemimpinan mereka adalah perscepatan pembangunan Infrastruktur diseluruh wilayah Indonesia, harus disikapi secara baik oleh pemerintah daerah dan DPRD.

Untuk itu persoalan jembatan Termanu harus menjadi proritas utama dalam agenda kerja pemerintah daerah kab Kupang dan NTT beserta DPRDnya, demi tegaknya amanat RPJM Nasional 2020-2024. Hal ini bertujuan untuk menguatkan secara penuh jiwa nasionalisme masyarakat di daerah perbatasan, agar hal-hal buruk yang tidak diinginkan secara bersama tidak terlaksana dalam tubuh Negara Kesatuan Repoblik Indonesia.

Mengingat Amfoang merupakan daerah yang berstatus daerah 3 T (Tertinggal, terluar dan terdepan) serta garda depan NKRI maka wajib hukumnya segala urusan yang berkaitan dengan kebutuhan hidup hajat orang Banyak di wilayah Amfoang harus diperjuangkan secara Nasional.

 Penulis : Gusty A. Haupunu. Pemuda desa dan Aktifis Gerakan Pemuda Amfoang Barat Laut (GP Ambal)


 

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "MENGENAL AMFOANG DAN PROBLEMATIKANYA"

Post a Comment