Desain stiker KEMENDESA yang menuliskan 13 poin ciri-ciri pengelolaan dana desa yang tidak efektif
Dana desa merupakan program
pemerintah pusat yang bertujuan meningkatkan pembangunan desa dan meningkatkan
ekonomi masyarakat desa dari ketertinggalanya. Dari tujuan tersebut maka Negara
tidak sungkang-sungkang untuk menggelontarkan dana yang bernilai meliaran
rupiah ke setiap desa agar setiap desa dapat memanfaatkan dana tersebut untuk
percepatan pembangunan dan peningkatan ekonomi masyarakat. Dari anggaran yang
telah digelontarkan desa semenjak dana desa ditetapkan oleh pemerintah pusat
sebagai program nasional pada tahun 2015, bila diamat-amati oleh setiap kita
terkait presentasi kemajuan desa semenjak dana desa digelontarkan dapat kita
sebutkan dan berkesimpulan sementara bahwa pemanfaatan dana desa tersebut,
ternyata belum memiliki daya dongkrak yang kuat dalam percepatan pembangunan
desa dan peningkatan pendapatan masyarakat desa. Bukti ketidakjalanya
pertumbuhan pembangunan desa yaitu setiap harinya kita tidak terabsen dari angka
kasus peyelewengan dana desa yang dilakukan oleh kepala desa maupun perangkat
terkait. Artinya saat angka kasus penyelewengan dana desa itu menjadi angka
presentasi yang tinggi dalam angka persoalan penyelewengan dana di Indonesia,
maka dapat kita nyatakan bahwa tingkat
pertumbuhan pembanguna desa dan pertumbuhan ekonomi masyarakat desa menjadi pertumbuhan
yang buruk dalam kondisinya. Cerminan buruk tersebut dapat kita amati dari
kondisi infarstruktur desa dan tingkat pendapatan masyarakat desa yang jauh
dari harapan bersama. Kondisi ini bila dibandingkan sebelum dan sesuda adanya
dana desa kondisi pembangunan desa tidak memiliki perbandingan yang signifikan dari
kondisi awalnya. Yaitu setiap desa belum memiliki perubahan apapun. Kondisi ini
dapat diamati dari kondisi dan keberadaan desa-desa diwilayah kabupaten kupang
seperti wilayah Amfoang dan sekitarnya. Dengan
menulusuri keadaan setiap desa yang jauh dari perubahanya maka kesimpulanya ada
yang salah dalam pemanfaatan dana desa tersebut. Untuk mengetahui
ketidakefektifannya pengelolaan dana desa yang dikelola oleh kepala desa dan
perangkatnya dapat kita pelajari dalam kajian KEMENDESA yang disederhanakan
dalam stiker onlinenya yang mencatat 13 poin ciri-ciri pengelolaan dana desa
yang tidak efektif diantaranya:
1. Tidak
ada papan proyek
2. Laporan
realisasi sama dengan RAB
3. Lembaga
desa, pengurusnya keluarga kades semua
4. BPD
mati kiri alias pasif alias makan gaji buta
5. Kades
pegang semua uang, bendahara hanya berfungsi dibank saja
6. Perangkat
desa yang jujur dan vocal biasanya dipinggirkan
7. Banyak
kegiatan terlambat pelaksanaanya dari jadwal, padahal anggaranya suda ada
8. Musdes
pesertanya sedikit. Peserta yang hadir itu-itu saja. Dari tahun ketahun. Yang
kritis biasanya tidak diundang
9. BUMDES
tidak berkembang
10. Belanja
barang/jasa dimonopoli oleh Kades
11. Tidak
ada sosialisasi terkait kegiatan kepada masyarakat
12. PEMDES
marah ketika ada yang menanyakan anggaran kegiatan dan anggaran desa
13. Kadesa
dan perangkat dalam waktu singkat, mampu membeli mobil dan membangun rumah dengan
harga /biaya ratusan juta. Padahal sumber penghasilan tidak sepadan dengan apa
yang terlihat sebagai pendapatannya.
Melalui ke13 poin ini, yang telah
disederhanakan oleh KEMENDESA, tujuannya sederhana saja agar setiap masyarakat
desa dapat dengan mudah memahami kondisi desanya yang sementara bermasalah atau
tidak. Sebab KEMENDESA sangat mengharapkan partisipasi masyarakat desa dalam
mengawal setiap dana yang telah digelontarkan ke setiap desa. Untuk itu
menyikapi 13 poin yang disodorkan oleh KEMENDESA bagi kita maka hal yang perlu
dilakukan ialah:
1. Sebagai
masyarakat harus kita aktifkan fungsi control kita terhadap penyelenggara
pemerintah desa agar hal-hal yang telah dirancang oleh PEMDES yang bertujuan
kea rah negative dapat terkendalikan
2. Sebagi
unsur pemerintah yang bertujuan untuk menjalankan fungsinya sebagai fungsi
monitoring dan efaluasi harus diaktifkan secara berkala
3. Sebagai
pihak legislative (DPRD) harus lebih pekah dalam hal pengawasan setiap
penyelenggara pemerintahan di tingkat desa sebab pengawasan merupakan bentuk
perintah konstitusi. Hal pengawasan ini dapat dibangun secara bersama dengan
BPD sebagai dewan pengawasan di tingkat desa.
4. Sebagai
unsur BPD harus jelas dalam menjalankan tugas dan fungsinya ditingkat desa yang
disesuaikan dengan amanat kontitusi. BPD tidak boleh memposisikan statusnya dibawah pemerintah
desa sebab kedudukan BPD dan PEMDES itu setera yang telah diatur dalam UU Desa.
5. Sebagai
pemerintah desa perlu membangun iklim pemerintahan/system pemerintahan yang
transparan dan demokratis sehingga segala pneyelenggara kegiatan ditingkat desa
dapat dengan mudah diketahui oleh masyarakat dan masyarakat dapat memposisikan
fungsinya sebagi motor control dan pengawasan.
6. Sebagai
PEMDES harus membangun budaya krtik otokrtik yang efektif ditingkat desa
sehingga setiap kritik dan usulan dari masyarakat dapat dengan mudah diterimah
dan dicernah sebagai bahan pertimbangan dalam pembangunan.
7. Sebagai
unsur masyarakat, pemuda dan mahasiswa harus membudayakan budaya kritis dan
progresif.. Bila ini sudah diwujutkan maka pengendali pelaksanaan kegiatan
pembangunan ditingkat desa dapat berjalan dengan baik oleh karena semua unsur
ini dapat berperan secara massif ditingkat desa. Apalagi semua usulan dan
kritikan ini diwujutkan dalam wadah organisasi kepemudaan. Kita percaya dengan
jalan inilah kemajuan desa akan kita petik dan hal-hal yang berkaitan dengan
inkonstitusioanal dapat terkendalikan.
Dengan demikian desa maju maka
Indonesia pun maju. Ayo kawal dana kita dananya masyarakat desa. Dari desa
untuk INDONESIA.
Penulis: Gusty A. Haupunu, Pemuda
desa, saat ini menjadi Guru di SMA N I Amfoang Barat Laut
Belum ada tanggapan untuk "DESA MAJU INDONESIA MAJU. AYO KAWAL DANA KITA DANANYA ORANG DESA"
Post a Comment